Rabu, 28 Desember 2011

Bali BackPacker ( 2 )

Air Terjun NungNung


Nungnung adalah nama dari sebuah desa kecil, terletak 40 kilometer sebelah utara kota Denpasar. Desa ini berhawa sejuk dengan ketinggian lebih kurang 900 meter di atas permukaan laut. Lokasinya berdekatan dengan desa agrowisata, Pelaga.

Pemandangan sepanjang perjalanan sangatlah hijau dan menyegarkan. Udara cool banget pula. Kalau kecapean, ada beberapa tempat pemberhentian yang bisa kamu singgahi sebentar. Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, kita akan sampai di air terjun yang memiliki debit air cukup deras. Kurang lebih sama atau mungkin lebih besar dari yang di Air Terjun Gitgit. Sudah pernah ke Gitgit kan?


Dan ini dia Air Terjun Nungnung, yang menjadi tujuan utama kita. Debit air deras dan di sekelilingnya ada beterbangan uap-uap air yang membuat suasana menjadi begitu sejuk, menyegarkan dan menenangkan.














Btw, dekat dengan Air Terjun ini kamu bisa juga melihat jembatan paling panjang di Bali yang menghubungkan jalur ke Kintamani, yaitu Jembatan Tukad Bangkung.

...@gbtv


Pantai Lovina



Pantai Lovina terletak sekitar 9 Km sebelah barat kota Singaraja, ini merupakan salah satu obyek wisata yang ada di Bali Utara. Wisatawan baik asing maupun lokal banyak yang berkunjung ke sana, selain untuk melihat pantainya yang masih alami, juga untuk melihat ikan lumba-lumba yang banyak terdapat di pantai ini. Dengan menyewa perahu nelayan setempat, kita dapat mendekati lumba-lumba.




Untuk melihat atraksi lumba-lumba, pengunjung diharapkan berangkat pagi-pagi sekali kira-kira selepas 
subuh atau pukul 6 waktu setempat. Sebaiknya transaksi penyewa-an perahu dilakukan pada sore hari sebelumnya sehingga mempunyai waktu lebih untuk memilih kapal dan melakukan penawaran. Disekitar lovina juga banyak tersedia hotel-hotel dengan tarif cukup murah saat itu.

















Sekitar pukul 6 pagi, perahu yang kami tumpangipun mulai bergerak menjauhi bibir pantai. Pelan namun pasti perahu dengan motor tempel tersebut mulai bergerak menuju kelokasi dimana biasanya lumba-lumba memamerkan tariannya. Selama 15-30 menit kami menunggu sambil terus melajukan perahu, berharap-harap cemas karena lumba-lumba belum terlihat sama sekali. Suasana berubah ketika tiba-tiba guidance kami berteriak sambil menunjuk kesuatu lokasi dimana sekelompok lumba-lumba terlihat melompat ke atas permukaan air. Perahupun segera dipacu menuju lokasi tersebut, dan tampak beberapa perahu yang lain bergerak kearah yang sama. Sungguh hal yang mendebarkan karena inilah saat pertama kali penulis melihat atraksi lumba-lumba di alam bebas dari jarak yang begitu dekat. Beberapa lumba-lumba dengan santainya bersalto di udara menunjukkan atraksi yang jarang terjadi bahkan tidak ada pada lokasi wisata pantai lainnya. Otomatis para pengunjung mulai sibuk dengan "senjata" yang dibawanya, sekedar untuk meliput adegan tersebut. 


Kamera  mulai bekerja dengan keras berusaha merekam atraksi lumba-lumba yang sukar diduga dari mana akan munculnya. Atraksi menjadi lebih menarik ketika terlihat seekor lumba-lumba kecil ikut serta memamerkan kebolehannya. Terlebih lagi,  tanpa diduga-duga sekelompok lumba-lumba tiba-tiba muncul dari pinggir perahu sambil melakukan atraksi. Hampir satu jam kami menikmati atraksi tersebut, dan ketika matahari mulai meninggi, lumba-lumba itupun akhirnya menghilang....@gbtv


TNBB (Taman Nasional Bali Barat)



Menurut Pak Petugas Taman Nasional Bali Barat,, Taman Nasional Bali Barat merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Bali yang memiliki ekosistem asli dan merupakan habitat terakhir bagi burung Curik Bali (Leucopsar rothschildi, streesman 1912). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995, telah ditunjuk Taman Nasional Bali Barat dengan luas kawasan 19.002,89 Ha yang terdiri dari 15.587,89 Ha berupa wilayah daratan dan 3.415 Ha berupa perairan yang secara administratif terletak di Kabupaten Jembrana dan Kab. Buleleng.
Taman Nasional Bali Barat dikelola dengan sistem zonasi, dimana sesuai dengan SK Direktur Jenderal PHKA No.SK.143/IV-KK/2010 tanggal 20 September 2010 tentang Zonasi Taman Nasional Bali Barat, bahwa TN. Bali Barat terbagi menjadi beberapa zona diantaranya : Zona Inti seluas ± 8.023,22 Ha, Zona Rimba ± 6.174,756 Ha, Zona perlindungan Bahari ± 221,741 Ha, Zona Pemanfaatan ± 4.294,43 Ha, Zona Budaya, Religi dan Sejarah seluas ± 50,570 Ha, Zona Khusus ± 3,967 Ha dan Zona Tradisional seluas ± 310,943 Ha. Taman Nasional Bali Barat dapat dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan, penelitian, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.


Jalak Bali merupakan ikon Provinsi yang disebut sebagai Surganya Wisata Dunia, bahkan Fauna telah dijadikan Lambang Provinsi Bali yang saat ini dpimpin oleh Made Mangku Pastika. TNBB melindungi populasi Jalak Bali beserta ekosistem lainnya seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai dan ekosistem hutan daratan rendah sampai pegunungan sebagai sistem penyangga kehidupan terutama ditujukan untuk menjaga keaslian, keutuhan dan keragaman suksesi alam dalam unit-unit ekosistem yang mantap dan mampu mendukung kehidupan secara optimal.

Selain itu, TNBB juga ditujukan untuk laboratorium lapangan bagi peneliti untuk pengembangan ilmu dan teknologi, budidaya penangkaran flora dan fauna untuk kebutuhan protein, tempat pendidikan untuk kepentingan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat dan yang terakhir untuk ekowisata pada sejumlah kawasan dalam TNBB.



Potensi TNBB meliputi berbagai jenis flora dan fauna liar, yang berstatus langka, dilindungi maupun yang 
keberadaannya masih melimpah, habitat dan letak geomorfologinya serta keindahan alamnya yang masih dalam keadaan utuh. Ekosistem di dalam kawasan TNBB cukup potensial dan lengkap yang meliputi perairan laut, pantai dan pesisirnya, hutan dataran rendah sampai pegunungan merupakan habitat alami bagi hidupan liar yang juga menunjukkan tingginya keanekaragaman hayati antara lain terumbu karang dan biota laut lainnya, vegetasi mangrove, hutan rawa payau, savana dan hutan musim.

Flora dan fauna yang cukup beragam, sampai saat ini telah diidentifikasi 176 jenis flora meliputi pohon, semak, tumbuhan memanjat, menjalar, jenis herba, anggrek, paku-pakuan dan rerumputan. Untuk jenis fauna terdiri dari 17 jenis mamalia, 160 jenis burung (aves) , berbagai jenis reptil dan ikan.


Jika Anda ingin melihat Habitat terakhir Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat, maka itu bisa ditemukan di Semenanjung Prapat Agung (tepatnya Teluk Brumbun dan Teluk Kelor). Hal ini menarik karena dalam catatan sejarah penyebaran Jalak Bali pernah sampai ke daerah Bubunan – Singaraja (± 50 km sebelah Timur kawasan).


Kekayaan keanekaragaman hayati yang terkandung di Taman Nasional Bali Barat baik flora maupun fauna cukup potensial sebagai aset dan sumber plasma nutfah. Selain karena burung jalak bali yang merupakan satwa utamanya, dikawasan Taman Nasional Bali Barat ini dijumpai 2 (dua) jenis primata yaitu kera abu (Macaca fascicularis) dan Kera Hitam (Tracyphitchecus auratus). Penyebaran Kera Hitam di Taman Nasional Bali Barat hampir sangat mudah diketemukan di kawasan Taman Nasional Bali Barat .


Atraksi Kera Hitam merupakan satwa yang sangat disenangi para wisatawan lokal maupun luar negeri, keindahan warna hitam dan keunikan habitatnya merupakan daya tarik sendiri bagi wisatawan yang melihatnya, bahkan tidak jarang wisatawan banyak yang berkunjung ke Taman Nasional Bali Barat hanya ingin melihat Kera Hitam, lebih jauh lagi Kera Hitam disamping dijadikan objek untuk wisatawan juga menyimpan sumber Plasma nutfah yang tidak ternilai, oleh para peneliti sering dijadikan objek penelitian dengan melihat langsung kondisi habitat Kera Hitam dilapangan sehingga jelas populasi Kera Hitam dan habitatnya perlu dijaga kelestariannya demi sumber plasma nutfah.



Jadi, jika Anda ini mendapatkan pengetahuan yang komprehensif mengenai Konservasi Flora dan Fauna, utamanya Jalak Bali, TNBB adalah tempat yang sangat layak dijadikan rujukan. Namun, tidak perlu khawatir, potensi alam dan keindahan alam seperti terumbu karang. vegetasi mangrove ataupaun pun savana bisa Anda temukan di tempat ini. Anda bakal bisa berwisata sambil menambah pengetahuan.(Man/berbagai sumber) (Foto : wisatabalibarat.wordpress.com)





Tenganan 





 Desa Tenganan adalah salah satu objek wisata di Bali yang merupakan desa Traditional di Bali, Kabupaten Karangasem, Bali. Kira-kira 10 km Utara pariwisata Candidasa atau 70 km dari kota Denpasar. Di tengah meluasnya industri pariwisata dan gempuran modernisasi, masyarakat Tenganan yang disebut-sebut sebagai Bali Aga atau Bali Asli yaitu penduduk Bali asli yang tidak terlalu banyak mendapat pengaruh luar tetap mempertahankan awig-awig mereka, rumah dan   adat tetap dipertahankan seperti aslinya yang tetap eksotik.

Desa Tenganan pegringsingan diapit oleh dua bukit, Pemukian di desa ini berpetak-petak lurus dari utara ke selatan dengan luas pekarangan yang sama, terlihat persamaan hak yang diterapkan kepada seluruh penduduk. Sehingga desa ini betul-betul unik, dari bentuk bangunan dan pengaturan rumah penduduk yang berderet-deret dengan berujung di sebuah pura desa tua, memang betul-betul lain dengan model perkampungan.Aktivitas keseharian warga Tenganan Pegringsingan yakni bertani atau pun menekuni usaha kerajinan.


Salah satu atraksi atau ritual yang paling unik adalah ritual Geret, Perang Pandan, yang tiba pada sasih / bulan kalima, di mana para pemuda desa itu menggelar pertarungan damai dengan menggunakan seikat pandan. Dua laki-laki saling menggoreskan gepokan pandan ke tubuh lawan. Ritual ini mereka gelar setiap tahun pada sasi (bulan) ke-5 saat Hari Raya Sambah diperingati. Perang. Hasil kerajinan setempat yang terkenal dan mempunyai nilai seni tinggi adalah kain gringsing yang merupakan salah satu ciri khas masyarakat Tenganan. TAPI SAYANG GUYS ...ngak dapet nonton!!!!!! .....@gbtv


                 
                          








Monkey Forest







Obyek wisata Monkey Forest, Ubud Gianyar Bali. Di obyek wisata ini pengunjung bisa melihat ratusan ekor ‘bojog’ atau kera abu yang hidup dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok punya pemimpin seperti halnya manusia.
Obyek wisata Wanara Wana atau Ubud Monkey Forest ini terletak di Desa Padang Tegal, Kelurahan 

Ubud. Obyek wisata ini berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Denpasar.

Untuk bisa masuk ke obyek wisata seluas 12 hektar ini, setiap pengunjung dewasa dikenai tiket masuk tidak begitu mahal cuma sebesar Rp 20 ribu dan separuh harga untuk anak-anak.

Di pintu masuk, pengunjung bisa membeli pisang untuk diberikan kepada ratusan ekor kera yang ada di dalam hutan.


Memasuki kawasan wisata Monkey Forest atau Hutan Kera Ubud, pengunjung atau wisatawan akan disuguhi pemandangan hutan yang rimbun dan masih alami. Sebuah sungai yang mengalir melewati hutan menambah daya tarik obyek wisata ini.


Yang paling menarik perhatian pengunjung tentu aneka tingkah polah lucu sekitar 600 ekor kera abu yang menjadi penghuni hutan wisata ini. Ratusan kera abu di hutan ini terbagi dalam lima kelompok besar yang memiliki batas wilayah tempat tinggal dan punya pemimpin yang berbeda-beda.





“Antara satu kelompok kera dengan kelompok lain hidup terpisah sesuai batas wilayah. Jika satu kera lewat ke batas wilayah kera lain, maka akan terjadi perkelahian antar kelompok kera,” jelas Wayan Selamet, Ketua Pengelola Wisata Hutan Kera Ubud.

Bali BackPacker (1)



Air Sanih Buleleng
















Air Sanih atau Yeh Sanih adalah tempat wisata yang terletak sekitar 17 km dari Singaraja, Bali. Tempat ini merupakan tempat permandian dengan sumber air. Menurut Legenda tempat ini merupakan tempat permandian bagi pasangan muda. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, sumber air ini mempunyai asal-usul dari Danau Batur yang letaknya ratusan kilometer dari tempat ini. Air dari sumber ini sering digunakan dalam upacara agama Hindu. Di tempat ini juga dapat ditemui pura yang diujukkan kepada dewa Wisnu. Obyek wisata tirta ini merupakan kolam renang alami. Terletak di Desa Sanih Kecamatan Kubutambahan ± 17 km sebelah timur kota Singaraja. Air Sanih terkenal dengan sumber mata air yang muncul tanpa henti di pojok tenggara kolam renang ini. Mata air ini merupakan aliran sungai dalam tanah yang berasal dari Danau Batur. Ada dua kolam ditempat ini, satu untuk orang dewasa dan satu untuk anak-anak. Beberapa meter di sebelah utaranya dikelilingi oleh laut yang relatif aman untuk berenang dan aktifitas olah raga air lainnya atau hanya sekedar berbaring bermalas-malasan di atas pasir pantai yang hitam. Disekitar obyek ini telah tersedia beberapa penginapan kecil dan restoran dan areal parker sebagai sarana pendukungnya.....@gbtv



Desa Trunyan 






Desa Trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa ini merupakan sebuah desa Bali Aga, Bali Mula dengan kehidupan masyarakat yang unik dan menarik Bali Aga, berarti orang Bali pegunungan, sedangkan Bali Mula berarti Bali asli. Kebudayaan orang Trunyan mencerminkan satu pola kebudayaan petani yang konservatif. Berdasarkan folk etimologi, penduduk Trunyan mempersepsikan diri dan jati diri mereka dalam dua versi. Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena mereka percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.
Berdasarkan folk etimologi, penduduk Trunyan mempersepsikan diri dan jati diri mereka dalam dua versi. Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena mereka percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.
Versi kedua, orang Trunyan hidup dalam sistem ekologi dengan adanya pohon Taru Menyan, yaitu pohon yang menyebarkan bau-bauan wangi. Dari perdaduan kata “taru” dan “menyan” berkembang kata Trunyan yang dipakai nama desa dan nama penduduk desa tersebut.
Desa Trunyan terletak di sebelah timur bibir danau Batur, letak ini sangat terpencil. Jalan darat dari Penelokan, Kintamani, hanya sampai di desa Kedisan. Dari Kedisan ke desa Trunyan orang harus menyeberang danau Batur selama 45 menit dengan perahu bermotor atau 2 jam dengan perahu lesung yang digerakkan dengan dayung. Selain jalan air, Trunyan juga dapat dicapai lewat darat, lewat jalan setapak melalui desa Buahan dan Abang.
Hawa udara desa Trunyan sangat sejuk, suhunya rata-rata 17 derajat Celcius dan dapat turun sampai 12 derajat Celcius. Danau Batur dengan ukuran panjang 9 km dan lebar 5 km merupakan salah satu sumber air dan sumber kehidupan agraris masyarakat Bali selatan dan timur.
 
Trunyan memiliki banyak keunikan. Daya tariknya paling tinggi adalah keunikan memperlakukan jenasah
warganya. Trunyan memiliki tiga jenis kuburan yang menurut tradisi desa Trunyan, ketiga jenis kuburan itu diklasifikasikan berdasarkan umur orang yang meninggal, keutuhan jenasah dan cara penguburan.

Kuburan utama, dianggap paling suci dan paling baik. Jenazah yang dikuburkan pada kuburan suci ini hanyalah jenazah yang jasadnya utuh, tidak cacat, dan jenasah yang proses meninggalnya dianggap wajar  (bukan bunuh diri atau kecelakaan).Kuburan yang kedua disebut kuburan muda yang khusus diperuntukkan bagi bayi dan orang dewasa yang belum menikah. Namun tetap dengan syarat jenasah tersebut harus utuh dan tidak cacat.

Kuburan yang ketiga disebut Sentra Bantas. Kuburan ini khusus untuk jenasah yang cacat dan yang meninggal karena salah pati maupun ulah pati (meninggal secara tidak wajar misalnya kecelakaan, bunuh diri).

Dari ketiga jenis kuburan tersebut yang paling unik dan menarik adalah kuburan utama atau kuburan suci (Setra Wayah). Kuburan ini berlokasi sekitar 400 meter di bagian utara desa dengan dibatasi oleh tonjolan kaki tebing bukit. Untuk membawa jenasah ke kuburan harus menggunakan sampan kecil khusus jenasah yang disebut Pedau. Meski disebut dikubur, namun cara penguburannya unik, yaitu dikenal dengan istilah mepasah.

Jenasah yang telah diupacarai menurut tradisi setempat diletakkan begitu saja di atas lubang sedalam 20cm. Sebagian badannya dari bagian dada ke atas, dibiarkan terbuka, tidak terkubur tanah. Jenasah tersebut hanya dibatasi dengan ancak saji yang terbuat dari sejenis bambu membentuk semacam kerucut, digunakan untuk memagari jenasah. Di Setra Wayah ini terdapat 7 liang lahat terbagi menjadi 2 kelompok. Dua liang untuk penghulu desa yang jenasahnya tanpa cacat terletak di bagian hulu dan masih ada 5 liang berjejer setelah kedua liang tadi yaitu untuk masyarakat biasa.

Jika semua liang sudah penuh dan ada lagi jenasah baru yang akan dikubur, jenasah yang lama dinaikkan dari lubang dan jenasah barulah yang menempati lubang tersebut. Jenasah lama, ditaruh begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget jika di setra wayah berserakan tengorak-tengkorak manusia yang tidak boleh ditanam maupun dibuang.

Meski tidak dilakukan dengan upacara Ngaben, upacara kematian tradisi desa Trunyan pada prinsipnya sama saja dengan makna dan tujuan upacara kematian yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali lainnya. Upacara dilangsungkan untuk membayar utang jasa anak terhadap orang tuanya. Utang itu dibayarkan melalui dua tahap, tahap pertama dibayarkan dengan perilaku yang baik ketika orang tua masih hidup dan tahap kedua pada waktu orang tua meninggal serangkaian dengan prilaku ritual dalam bentuk upacara kematian.

Keunikan Trunyan yang lain adalah peninggalan purbakala. Prasasti Trunyan tahun saka 813 (891 masehi) menyebutkan keberadaan sebuah pura yang bernama Pura Turun Hyang. Di pura tersebut terdapat bangunan suci meru yang bertumpang tujuh. Di dalam meru tersebut tersimpan sebuah arca Batu Megalitik setinggi kurang lebih 4 meter yang oleh masyarakat Trunyan sangat disakralkan. Arca tersebut juga dikenal dengan sebutan Arca Da Tonta. Tempat berstananya Ratu Gede Pancering Jagat ini juga dinamakan Pura Pancering Jagat.

Meru tumpang tujuh yang dilengkapi dengan arca setinggi 4 meter tersebut dianggap sebagai simbol laki-laki. Simbol wanita ada pada pelinggih Ida Ratu Ayu Dalem Pingit berupa meru tumpang tiga yang dilengkapi dengan lambang tak dapat diukur dalamnya. Pelinggih simbol purusa pradana menurut kepercayaan masyarakat desa Trunyan dan orang Bali lainnya merupakan simbol kesuburan.

Trunyan juga memiliki ciri khas lain yaitu tarian sakral Barong Brutuk. Tari ini dipentaskan pada saat upacara piodalan di Pura Pancering Jagat yang jatuh pada Purnamaning Kapat. Menurut kepercayaan masyarakat desa Trunyan. Pementasan Barong Bruntuk merupakan suatu pertanda turunnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ratu Pancering Jagat, Ratu Ayu Dalem Pingit, dan Ratu Sakti Meduwegama.

Tari ini bertujuan untuk memohon keselamatan pada Tuhan. Sisi unik desa Trunyan juga bisa dilihat dari sistem kemasyarakatannya. Pemuka desa dikenal dengan istilah khusus. Bukan Bendesa Adat maupun Kepala Desa, tetapi digunakan sebutan Jero Putus, Jero Gede, dan Jero Mekel. Yang menjadi pemuka desa juga dipanggil dengan sebutan Jero Kebayan Kiwa Tengen....@gbtv

Pantai Amed Karangasem













 Terletak di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, berjarak sekitar 19 km dari Kota Amlapura – ibukota kabupaten –, 12 km dari Tulamben, 33 km dari obyek wisata Candidasa, dan ±78 km dari Kota Denpasar.

Daya tarik utama obyek wisata ini adalah panorama alam bawah laut yang menyimpan potensi keindahan terumbu karang dengan beraneka ragam jenis ikan hias. Keberadaan terumbu karang yang masih asli tetap diupayakan pelestariannya dengan kehidupan nelayan dan aktifitas pembuatan garam tradisional oleh masyarakat setempat juga menjadi daya tarik tersendiri.Dari obyek wisata Amed kita dapat mencapai obyek wisata Taman Soekasada Ujung dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam lamanya melalui jalur lintas timur dengan melewati bibir tebing ujung timur Pulau Bali yang memiliki pemandangan eksotis di sepanjang perjalanan. Pemandangan laut lepas dengan jejeran puluhan perahu atau jukung nelayanmenjadi daya tarik yang tidak akan terlupakan dengan paduan panorama perbukitan. Di tempat ini banyak dibangun villa dan akomodasi hotel serta penginapan lainnya yang menawarkan fasilitas beragam.

 
Salah satu tempat rekreasi penyelaman di Amed bernama Jemeluk. Para penyelam menggunakan kapal tradisional Jukung untuk mencapainya. Disana mereka bisa melihat penyu, hiu karang, dan ikan pari (tergantung dari kedalaman penyelaman) disamping pemandangan terumbu karang yang sangat indah.
Sekitar 10 meter dari salah satu bibir pantai Amed terdapat kerangka kapal patroli Jepang pada zaman Perang Dunia II yang karam. Lokasi ini juga dijadikan salah satu daerah wisata selam, seperti yang terdapat di Tulamben.....@gbtv






Candi Dasa


Candidasa merupakan salah satu kawasan pariwisata yang dikembangkan mulai tahun 1983. Pada mulanya nama Candidasa merupakan nama sebuah pura, yaitu Pura Candidasa, yang terltak di atas bukit kecil dan dibangun pada abad ke-12 M. Memiliki potensi alam dan pantai yang mempesona dengan pasir putihnya.

Candidasa terletak di Dusun Samuh, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, berjarak 12 km dari Kota Amlapura dan sekitar 45 km dari KotaDenpasar. Pesona alam yang dikembangkan sebagai obyek wisata bahari inid apat menjadi pilihan untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti sun bathing, canoing, snorekling,fishing, trekking melalui perbukitan, dan yang tak kalah menariknya adalah keberadaan pulau-pulau kecil yang dapat dijangkau jaraknya dengan perahu nelayan (jukung).Pulau-pulau kecil tersebut menyimpan potensi panorama bawah laut berupa terumbu karang dan ikan hias.



Salah satu cerita yang menjadi mitos tentang keberadaan Pura Candidasa yang berkembang dan diyakini oleh masyarakat setempat adalah Arca Dewi Hariti yang terletak pada sebuah relung di bagian bawah tebing bukit. Konon dikisahkan bahwa Dewi Hariti pada mulanya adalah seorang yaksa dalam Agama Budha yang gemar memakan daging anak-anak. Namun setelah mendapat pencerahan ajaran Agama Budha, Sang Dewi kemudian bertobat dan berbalik menjadi pelindung dan penyayang anak-anak.






Arca Dewi Hariti selanjutnya dipahatkan bersama 10 orang anak-anak yang mengerubutinya, sebagai ciri pelindung, penyayang, dan juga sebagai perlambang kesuburan dan kemakmuran. Masyarakat setempat meyakini bahwa Dewi Hariti berarti ibu beranak banyak yang dapat memberikan anugerah kesuburan dan kemakmuran. Oleh karenanya maka tempat ini banyak didatangi dan dimanfaatkan oleh pasangan suami – isteri yang belum dikaruniai keturunan untuk memohon do’a dengan membawa sesajen yang dipersembahkan kepada Dewi Hariti.....@gbtv